http://kartikoputra.blogspot.co.id |
Moh. Roychan Fajar
Selalu ada tantangan yang tak sederhana bagi setiap keinginan yang besar. Mungkin dari itulah, hidup ini perlu diperjuangkan. Mungkin dari itulah pula, hidup ini tak pernah mudah untuk didaki. Ia tak bisa berjalan lurus, terdikte, seperti yang kita rencanakan. Dunia ini penuh dengan kejutan yang akan membuat kita sesekali berada dalam keadaan menyakitkan, tapi juga dalam keadaan yang lain: meletakkan kita pada keadaan menyenangkan.
Hidup
dengan mimpi yang besar adalah pertaruhan. Karena di dalamnya, perlu energi
kesabaran, ketabahan dan usaha yang
tinggi. Sekali saja lengah, maka bisa saja mimpi itu runtuh seketika. Maka
darinya, tak ada pilihan lain kecuali selalu hati-hati dan fokus pada satu
titik yang hendak akan kita capai. Melalukan itu semua memang tak semudah kita
tidur sehabis kita melahap banyak makanan.
Saya
adalah orang yang lahir di tengah keluarga kelas bawah. Keluarga saya tidak
punya penghasilan tetap. Hidup dengan bertani yang penghasilannya tak pernah
pasti. Selalu turun dan naik. Memang, ayah dan ibu saya seorang guru di sekolah
swasta, tapi itu semua bukan pekerjaan. Sebagaimana guru tradisional, mereka
memahami mengajar adalah pengabdian kepada Tuhan dan makhluk-Nya.
Dalam
keadaan seperti itu, untuk sebuah mimpi yang saya yakini hingga hari in;
menulis banyak buku, meneruskan studi ke Prancis, rasanya tak mungkin. Bahkan,
bila di antara famili dan tetangga saya tahu akan hal ini, mereka akan tertawa
terbahak-bahak, bahwa apa yang saya yakini sebagai cita-cita itu adalah mimpi
di siang bolong; jauh dari kenyataan, bahkan bisa saja mustahil terjadi.
Tapi
saya yakin, bahwa proses tak akan mengingkari hasil. Boleh semua orang, bahkan
teman-teman saya sendiri, kini menertawakan mimpi-mimpi saya itu, namun suatu
saat mereka akan meyakini bahwa yang sedang saya lakukan hari ini bukan
main-main. Memang akhir-akhir ini saya selalu bersikap egois. Apa yang saya
yakini benar, maka saya lakukan. Tak peduli apakah orang-orang di samping saya
marah, tak sepakat atau apalah. Yang penting niat saya baik.
Saya
memang merasakan, beberapa orang telah menjauh. Saya biarkan. Saya memang
cenderung membiarkan siapa saja yang akan menghambat aktivitas belajar saya.
Wajar, hari ini, saya lebih sering sendiri. Dalam keadaan inilah, komputer dan
buku menjadi sahabat paling akrab.
Bersahabat
dengan Buku dan Komputer
Komputer,
ia menjadi teman curhat yang telah mendokumentasikan segala yang saya pikirkan,
rasakan, menjadi beberapa pregraf singkat ataupun panjang. Ia selalu menjadi
saksi, kapan saya marah, sedih dan gembira. Sedangkan buku, ia menjadi teman
yang memberikan saya banyak informasi, pengetahuan dan ilmu sebagai bekal saya
untuk hidup. Sesederhana inilah aktivitas sehari-hari saya, yang dengannya
menggantung cita-cita besar yang saya ungkapkan di atas. Saya yakin, Tuhan akan
berbaik hati bagi setiap hambanya yang
mencintai ilmu, lebih suka belajar, dalam agenda besar pengabdian untuk bangsa
dan agama.
Delam
keadaan di mana lebih banyak orang yang masa bodoh dengan ilmu. Di situlah saya
harus bertahan. Tetap yakin bahwa itulah salah satu jalan menuju ridha-Nya. Ya.
Hanya bermodal inilah, saya memberanikan diri untuk bermimpi. Tak peduli dengan
keadaan keluarga yang jelas tak akan mampu bila diminta untuk membiayai semua
yang saya inginkan itu.
Tekun
dalam Khazanah Filsafat
Kali
ini, saya berpikir bagaimana menguatkan integritas saya dalam konsentrasi ilmu
yang saya bidangi. Saya memilih filsafat. Dari dulu saya memang senang disiplin
ilmu satu ini. Makanya, saat ini, sambil dalam kesibukan menggarap skripsi, dan
pekerjaan menulis lainnya, saya berusaha untuk terus membagi waktu dalam
penggarapan buku. Buku saya pertama ini, memang bukan murni filsafat. Tapi
paling tidak wilayahnya pada domain pemikiran.
Harus
saya akui bahwa filsafat sejauh ini, telah mempengaruhi bagaimana saya
berpikir, bukan hanya itu, tapi juga terhadap sikap saya selama ini. Dari dulu
saya memang menekuni filsafat barat. Hanya segelintir pengatahuan saya tentang
filsafat timur (Islam). Maka tak heran, tulisan saya selalu berkelindan dengan
dunia pemikiran, utamanya filsafat.
Memang
pengatahuan saya tentang filsafat tidak utuh. Karena latar belakang studi saya,
lebih-lebih jurusan kuliah yang saya ambil adalah Pendidikan Agama Islam.
Pengetahuan saya tentang filsafat sekedar berangkat dari ketekunan membaca,
yang lebih banyak literasi-literasi filsafat itu sendiri. Maka dari itu, belajar
dan terus belajar, sampai detik ini saya lakukan.
Dalam
hal ini, saya harus mengusai teks. Menguasai teks tentu bukan perkara gampang.
Bukan saja saya harus fasih melakukan iterpretasi teks berbahasa Indo, tapi
juga harus fasih menerjemah dari teks-teks berbahasa asing, paling tidak bahasa
Inggris. Meskipun, saya sadar, tradisi filsafat barat kontemporer lebih banyak
tumbuh dari negara Jerman dan Prancis.
Semua
orang yang menekuni filsafat tahu, bahwa literasi di Indonesia tentang filsafat
sangat tidak memadai. Sangat minim, karya filsafat yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Indo. Belum lagi berbicara kualitas terjemahan yang jarang sempurna
hingga tak mudah dipahami. Dari itu, belajar filsafat hari ini, meniscayakan
penguasaan bahasa asing yang maksimal. Dan kemampuan saya dalam hal itu masih
pas-pas-an. Harus terus diasah dan sabar untuk kembali dan terus belajar.
Tentu,
ini semua demi mimpi saya agar tercapai. Hingga nanti ilmu yang saya dalami
bisa berguna untuk semua orang di sekitar saya. Karena telah barang tentu,
bahwa ilmu dan pengatuah tujuannya tak lain adalah untuk diterapkan. Karena
ilmu yang diperdebatkan, tak akan pernah selesai, ia akan terus berputar sampai
pada waktu yang tak pernah dapat ditentukan. Hasilnya kosong.
Ilmu dan Ketakterhinggaan
Dalam
Islam, kita menganal al-‘ilmu nĂ»run (ilmu
adala cahaya). Terminologi cahaya adalah konteks ini, tentang bagaimana ilmu
itu bisa berguna, hingga ia mampu menerangi yang gelap gulita. Hingga ia mampu
menyingkap yang awalnya tersembunyi, menjadi nampak sebagai fakta. Dari
penampakan itu, nantinya akan dapat dipilah dan dipilih, mana yang baik dan
buruk, yang pantas dan tak pantas, yang jujur dan dusta dan yang haram dan yang
mubah. Berangat dari prinsip dasar ini, keteraturan hidup akan tercipta.
Tercipta melalui ilmu yang dapat memancarkan cahaya. Mungkin lewat alasan
inilah, Tuhan selalu melindungi dan menjamin bagi setiap hambanya yang tekun
mencari ilmu.
Bila
disederhanakan dari seluruh isi tulisan ini, mimpi saya ingin menjadi orang
yang benar-benar ber-ilmu. Orang yang benar-benar berilmu, ia akan menganggap
bahwa tak ada yang pernah selesai. Ia hidup dalam narasi yang terus bergerak
dan tak pernah usai. Sama seperti ilmu itu sendiri, ia lahir sebagai sesuatu
yang tak terbatas, sesuatu yang tak pernah usai. Hingga, harus selalu dan
senantiasa dicari.
Menjadi
orang pemburu ilmu, berarti ia secara tak langsung melatakkan diri ini dalam
eksperimentasi kehidupan yang yang abadi, tak pernah utuh. Dirinya harus sadar
bahwa tak ada keutuhan, kepuasan dalam mencari ilmu. Maka dari itu, saat ini,
saya dimana pun, dalam kondisi apapun, saya selalu meniatkan untuk belajar.
Dengan itulah, saya yakin, mampi saya pada waktunya nanti akan menjadi nyata. Wallahu a’lam…
Komisariat PMII
Guluk-Guluk
Kamis,
8 Desember 2016 M.